Masjid Abu Hanifah, di Baghdad, Iraq |
Namanya adalah Nu’man bin Tsabit Al-Marzuban namun beliau dikenal
dengan kun-yah (panggilan) Abu Hanifah, orang
pertama yang meletakkan dasar-dasar fikih dan mengajarkan hikmah-hikmah yang
baik. Beliau merupakan pendiri dari Madzhab Yurisprudensi(Fiqih) Islam Hanafi.
Imam Abu Hanifah dilahirkan di Kufah pada tahun
699 M. Ia adalah putra dari keluarga Persia (bukan orang Arab). Asalnya dari
Kota Kabul (ibu kota Afganistan sekarang). Kakeknya, Marzuban, memeluk Islam di
masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, lalu hijrah dan menetap di Kufah.
Ayahnya, Nu’man, adalah seorang pebisnis yang
sukses di Kota Kufah, tidak heran kita mengenal Imam Abu Hanifah sebagai
seorang pebisnis yang sukses pula mengikuti jejak sang ayah. Jadi, beliau tumbuh
di dalam keluarga yang shaleh dan kaya. Di tengah tekanan peraturan yang
represif yang diterapkan gubernur Irak Hajjaj bin Yusuf, Imam Abu Hanifah tetap
menjalankan bisnisnya menjual sutra dan pakaian-pakaian lainnya sambil
mempelajari ilmu agama.
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang
pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal
dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh
ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Imam Bukhari.
Belajar Agama
Sejak kecil, Abu
Hanifah telah mampu menghafal Alquran. Di masa remaja, Imam Abu Hanifah Nu’man
bin Tsabit mulai menekuni belajar agama dari ulama-ulama terkemuka di Kota
Kufah. Ia sempat berjumpa dengan sembilan atau sepuluh orang sahabat Nabi semisal Anas bin Malik, Sahl bin Sa’d, Jabir bin Abdullah, dan
lain-lain.
Saat berusia 16 tahun, Abu Hanifah pergi dari
Kufah menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke kota Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Madinah al-Munawwaroh. Dalam perjalanan ini, ia
berguru kepada tokoh tabi’in, Atha bin Abi Rabah, yang merupakan ulama terbaik di kota Mekah.
Jumlah guru Imam Abu Hanifah adalah sebanyak
4000 orang guru. Di antaranya 7 orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in.
Jumlah guru yang demikian banyak tidaklah membuat kita heran karena beliau
banyak menempuh perjalanan dan berkunjung ke berbagai kota demi memperoleh ilmu
agama. Beliau menunaikan haji sebanyak 55 kali, pada musim haji para ulama
berkumpul di Masjidil Haram menunaikan haji atau untuk berdakwah kepada kaum
muslimin yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Metode dalam
berijtihad
Imam Abu Hanifah
menciptakan suatu metode dalam berijtihad dengan cara melemparkan suatu
permasalahan dalam suatu forum, kemudian ia mengungkapkan pendapatnya beserta
argumentasinya. Imam Abu Hanifah akan membela pendapatnya di forum tersebut
dengan menggunakan dalil dari Alquran dan sunnah ataupun dengan logikanya.
Diskusi bisa berlangsung seharian dalam menuntaskan suatu permasalahan. Inilah
metode Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan metode yang sangat
mengoptimalkan logika.
Metode ini dianggap sangat efektif untuk
mer4ngsang logika para murid Imam Abu Hanifah sehingga mereka terbiasa
berijtihad. Para murid juga melihat begitu cerdasnya Imam Abu Hanifah dan
keutamaan ilmu beliau. Dari majlis beliau lahirlah ulama-ulama besar semisal
Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani, az-Zuffar, dan lain-lain. dan majlis beliau
menjadi sebuah metode dalam kerangka ilmu fikih yang dikenal dengan Madzhab
Hanafi dan membuah sebuah kitab yang istimewa, al-Fiqh al-Akbar.
Imam Abu Hanifah pernah dipenjara oleh otoritas
Umayyah dan Abbasiah akibat beberapa kali ditawari untuk memegang jabatan
menjadi seorang hakim di Kufa, namun tawaran tersebut senantiasa beliau tolak.
Wafatnya Imam Abu
Hanifah
Imam Abu Hanifah
wafat di Kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M. Imam Ibnu Katsir mengatakan, “6
kelompok besar Penduduk Baghdad menyolatkan jenazah beliau secara bergantian.
Hal itu dikarenakan banyaknya orang yang hendak menyolatkan jenazah beliau.”
Di masa Turki Utsmani, sebuah masjid di Baghdad
yang dirancang oleh Mimar Sinan didedikasikan untuk beliau. Masjid tersebut
dinamai Masjid Imam Abu Hanifah.
Sepeninggal beliau, madzhab fikihnya tidak redup
dan terus dipakai oleh umat Islam, bahkan menjadi madzhab resmi beberapa
kerajaan Islam seperti Daulah Abbasiyah, Mughal, dan Turki Utsmani. Saat ini
madzhab beliau banyak dipakai di daerah Turki, Suriah, Irak, Balkan, Mesir, dan
India.
0 Comments