BIOGRAFI Malik bin Anas - Pendiri Mazhab Maliki

 

Malik ibn Anas bin Malik bin 'Amr al-Asbahi atau Malik bin Anas, adalah pakar ilmu fikih dan hadits, termasuk salah satu Imam Madzhab, yaitu madzhab Maliki dengan kitabnya yang terkenal Al Muwatha'.


Beliau dilahirkan di Madinah al Munawwaroh, bertepatan dengan tahun meninggalnya sahabat yang mulia Anas bin Malik. Ibunya mengandung dia selama tiga tahun.  Terdapat perbedaaan riwayat tahun kelahiranya. Al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahawa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-Dzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata :"aku dilahirkan pada 93 H". dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun).


Ibunya adalah Aliyah bin Syarik al-Azdiyah. Keluarganya berasal dari Yaman, lalu pada masa Umar bin Khattab, sang kakek pindah ke Kota Madinah dan menimba ilmu dengan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga menjadi salah seorang pembesar tabi’in.


Kunyah: Abu Adbillah, Nasab: Al Ashbuhi; adalah nisbah yang di tujukan kepada dzi ashbuh, dari Humair dan Al Madani; nisbah kepada Madinah, negri tempat beliau tinggal.



Aktifitas beliau dalam menimba ilmu


Imam Malik tumbuh ditengah-tengah ilmu pengetahuan, hidup dilingkungan keluarga yang mencintai ilmu, dikota Darul Hijrah, sumber mata air As Sunah dan kota rujukan para alim ulama. Di usia yang masih sangat belia, beliau telah menghapal Al Qur`an, menghapal Sunah Rasulullah, menghadiri majlis para ulama dan berguru kepada salah seorang ulama besar pada masanya yaitu Abdurrahman Bin Hurmuz.


Kakek dan ayahnya adalah ulama hadits terpandang di Madinah. Maka semenjak kecil, Imam Malik tidak meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah dengan kehadiran ulama-ulama besar.


Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Disamping itu beliau pernah juga berguru kepada para ulama terkenal lainnya
Dalam usia yang terbilang muda, Imam Malik telah menguasai banyak disiplin ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya di salurkan untuk memperoleh ilmu.



Rihlah beliau


Meskipun Imam Malik memiliki kelebihan dalam hafalan dan kekuatan pengetahuannya, akan tetapi beliau tidak mengadakan rihlah ilmiah dalam rangka mencari hadits, karena beliau beranggapan cukup dengan ilmu yang ada di sekitar Hijaz. Meski beliau tidak pernah mengadakan perjalanan ilmiyyah, tetapi beliau telah menyangdang gelar seorang ulama, yang dapat memberikan fatwa dalam permasalahan ummat, dan beliau pun membentuk satu majlis di masjid Nabawi pada saat beliau menginjak dua puluh satu tahun, dan pada saat itu guru beliau Nafi’ hiudp. Semua itu agar dapat mentransfer pengetahuannya kepada kaum muslimin serta kaum muslimin dapat mengambil manfaat dari pelajaran yang di sampaikan sang imam.


Guru-guru beliau


Imam Malik berjumpa dengan sekelompok kalangan tabi’in yang telah menimba ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan yang paling menonjol dari mereka adalah Nafi’ mantan budak Abdullah bin ‘Umar. Malik berkata; ‘Nafi’ telah menyebarkan ilmu yang banyak dari Ibnu ‘Umar, lebih banyak dari apa yang telah disebarkan oleh anak-anak Ibnu Umar,’


Guru-guru imam Malik, selain Nafi’, yang telah beliau riwayatkan haditsnya adalah; Abu Az Zanad Abdullah bin Zakwan, Hisyam bin ‘Urwah bin Az Zubair, Yahya bin Sa’id Al Anshari, Abdullah bin Dinar, Zaid bin Aslam, mantan budak Umar, Muhammad bin Muslim bin Syihab AzZuhri, Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm, Sa’id bin Abi Sa’id Al Maqburi, Sami mantan budak 
Abu Bakar,



Murid-murid beliau

 

Banyak sekali para penuntut ilmu meriwayatkan hadits dari imam Malik ketika beliau masih muda belia. Disini kita kategorikan beberapa kelompok yang meriwayatkan hadits dari beliau, diantaranya;


Guru-guru beliau yang meriwayatkan dari imam Malik, diantaranya; Muhammad bin Muslim bin Syihab Az Zahrani, Yahya bin SA’id Al Anshari, Paman beliau, Abu Sahl Nafi’ bin Malik,


Dari kalangan teman sejawat beliau adalah; Ma’mar bin Rasyid, Abdul Malik bin Juraij,
 Imam Abu Hanifah, An Nu’man bin Tsabit, Syu’bah bin al Hajaj, Sufyan bin Sa’id Ats Tsauri, Al Laits bin Sa’d


Orang-orang yang meriwayatkan dari imam Malik setelah mereka adalah; Yahya Bin Sa’id Al Qaththan, Abdullah bin Al Mubarak,
 Abdurrahman bin MahdiWaki’ bin al Jarrah, Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i.


Sedangkan yang meriwayatkan Al Muwaththa` banyak sekali, diantaranya; Abdullah bin Yusuf At Tunisi, Abdullah bin Maslamah Al Qa’nabi, Abdullah bin Wahb al Mishri, Yahya bin Yahya Al Laitsi, Abu Mush’ab Az Zuhri



Pujian Ulama untuk Imam Malik

 

Imam malik menerangkan tentang dirinya; ‘aku tidak berfatwa sehingga tujuh puluh orang bersaksi bahwa diriku ahli dalam masalah tersebut.

 

·       Sufyan bin ‘Uyainah menuturkan; “Malik merupakan orang alim penduduk Hijaz, dan dia merupakan hujjah pada masanya.”

·       Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “Malik adalah pengajarku, dan darinya aku menimba ilmu.” Dan dia juga menuturkan; ” apabila ulama di sebutkan, maka Malik adalah bintang.”

·       Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “saya tidak mengetahui kitab ilmu yang lebih banyak benarnya dibanding kitab Imam Malik” dan imam Syafi’I berkata: “tidak ada diatas bumi ini kitab setelah kitabullah yang lebih sahih dari kitab Imam Malik”.

·       Abdurrahman bin Mahdi menuturkan; “aku tidak akan mengedepankan seseorang dalam masalah shahihnya sebuah hadits dari pada Malik.”

·       Al Auza’I apabila menyebut Imam Malik, dia berkata; ” ‘Alimul ‘ulama, dan mufti haramain.”

·       Yahya bin Sa’id al Qaththan menuturkan; “Malik merupakan imam yang patut untuk di contoh.”

·       Yahya bin Ma’in menuturkan; ” malik merupakan hujjah Allah terhadap makhluk-Nya.”


Kitab Al-Muwatha


Al-Muwaththa berarti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dia sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan.


Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafii pernah berkata, “Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah al qur`an yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik, inilah karangan para ulama muaqoddimin.”



Karya Yang lain


Risalah fi al qadar, Risalah fi an nujum wa manazili al qamar, Risalah fi al aqdliyyah, Risalah ila abi Ghassan Muhammad bin Mutharrif, Risalah ila al Laits bin Sa’d fi ijma’i ahli al madinah, Juz`un fi at tafsir, Kitabu as sirr, Risalatu ila Ar Rasyid.



Wafatnya Malik bin Anas


Menjelang wafat, Imam Malik ditanya masalah kemana ia tak pergi lagi ke Masjid Nabawi selama tujuh tahun, ia menjawab, "Seandainya bukan karena akhir dari kehidupan saya di dunia, dan awal kehidupan di akhirat, aku tidak akan memberitahukan hal ini kepada kalian. Yang menghalangiku untuk melakukan semua itu adalah penyakit sering buang air kecil, karena sebab ini aku tak sanggup untuk mendatangi Masjid Rasulullah. Dan, aku tak suka menyebutkan penyakitku, karena khawatir aku akan selalu mengadu kepada Allah." Imam Malik mulai jatuh sakit  sampai 22 hari lalu wafat pada hari Minggu, tanggal 10 Rabi'ul Awwal 179 Hijriyyah atau 800 Miladiyyah (malam hari tanggal 14 safar 179 H pada usia yang ke 85 tahun).


Masyarakat Medinah menjalankan wasiat yang ia sampaikan, yakni dikafani dengan kain putih, dan disalati diatas keranda. Imam shalat jenazahnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Hasyimi yang merupakan gubernur Madinah. Gubernur Madinah datang melayat dengan jalan kaki, bahkan termasuk salah satu yang ikut serta dalam mengangkat jenazah hingga ke makamnya. Beliau dimakamkan di Pemakaman Baqi', seluruh murid-murid beliau turut mengebumikan beliau.


Informasi tentang kematitan beliau tersebar di seantero negeri Islam, mereka sungguh sangat bersedih dan merasa sangat kehilangan, seraya mendoakan beliau agar selalu dilimpahi rahmat dan pahala yang belipat ganda berkat ilmu dan amal yang beliau persembahkan untuk Islam. 

Reactions

Post a Comment

0 Comments