Biografi Imam Abu Amru bin Al-‘Alaa

 

Imam Abu Amru bin Al-‘Alaa ahli Nahwu Pertama

Biografi Imam Abu Amru bin Al-‘Alaa – Ketika membaca tarjamah (biografi) Ibnu Abi Ishaq Al-Hadhrami –rahimahullahu ta’ala-, pada tulisan saya yang berjudul Ulama Ahli Nahwu Pertama, Anda akan mendapati nama Abu Amru bin Al-‘Alaa ada di daftar murid-muridnya. Siapakah gerangan ia? Langsung saja, simak ulasan berikut:

 

Nama Lengkap dan Kelahiran

 

Ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama asli Abu Amru bin Al-‘Alaa ( Ø£َبُÙˆ عَÙ…ْرُÙˆ بْÙ†ُ العَÙ„َاء ), ada yang mengatakan ZabbanAl-‘Uryan, atau Yahya. Dan juga ada yang berpendapat bahwa kunyah Abu Amru itu adalah nama aslinya. Wallahu ta’ala a’laa wa a’lam..

 

Perbedaan seperti ini adalah wajar, karena memang dahulu belum ada pendataan kelahiran, seperti yang ada di zaman ini, dimana bayi-bayi yang lahir  harus didaftarkan untuk mendapatkan akte.

Dan terkadang kunyah dan julukan seseorang lebih terkenal dibanding namanya.

 

Nama lengkapnya (sesuai pendapat pertama) adalah Zabban bin Al-‘Alaa bin Ammar bin Al-‘Uryan At-Tamimi Al-Mazini Al-Bashri.

Dan dengan pendapat kedua, nama lengkapnya yaitu Al-‘Uryan bin Al-‘Alaa bin Ammar At-Tamimi Al-Mazini Al-Bashri.

Abu Amru lahir di kota Basra/Basrah ( Ù…َدِÙŠْÙ†َØ©ُ البَصْرَØ©ِ ) – Irak pada tahun 68H atau 70H.

 

Basra adalah salah satu dari dua kota yang dibangun oleh Umar bin Khathab –radhiallahu ‘anhu-. Awalnya didirikannya adalah sebagai kamp militer (mu’askar), dan berkembang menjadi pusat peradaban dan keilmuan, yang melahirkan ulama-ulama, seperti Hasan Al-Bashri, Abu Amru bin Al-‘Alaa, dll.

 

Sifat dan Akhlak

 

Abu Amru dikenal dengan fashahah (kefasihan lisan), kejujuran, memiliki ilmu yang luas, ahli ibadah dan zuhud. Beliau adalah tokoh terpandang di kalangan bangsa Arab. Dikatakan, bahwa penyair Al-Farazdaq pernah memujinya dalam bait-bait syair yang ia buat. Dan diriwiyatkan pula, bahwa beliau selalu mengkhatamkan Al-Quran setiap 3 hari.

 

 

Keilmuan dan Kedudukan

 

Beliau termasuk golongan kedua umat ini, yaitu generasi Tabi’in. Seorang Imam di bidang Qira’ah Al-Quran (termasuk al–qurraa as-sab’ah) dan bahasa Arab. Di kota Basra, beliau adalah pemimpin ulama ahli Qira’ah.

 

Di zamannya, beliau adalah orang yang paling alim dalam masalah Qira’ah, bahasa Arab, syair dan sejarah bangsa Arab. Dan dikatakan, tumpukan karya-karya tulisnya hampir memenuhi rumah, bahkan hingga atap. Akan tetapi, akhirnya ia memutuskan untuk membakar semua tulisan-tulisan tersebut.

 

Al-Ashma’i meriwayatkan dari gurunya (Abu Amru), bahwa ia berkata kepadanya: “Kalau seandainya aku mampu menuangkan ilmu yang aku miliki ke dadamu, pasti akan aku lakukan. Sungguh aku telah menguasai ilmu Al-Quran yang banyak sekali, kalau seandainya ditulis (di atas kertas), pasti Al-A’masy tidak akan mampu membawanya (karena banyak dan berat)”.

 

Guru-Guru di Ilmu Al-Qira’ah

 

Di antara Al-Qurraa As-Sab’ah (7 Imam Qira’ah), Abu Amru adalah Imam yang memiliki guru paling banyak (lihat gambar 1). Beliau telah melakukan rihlah (perjalanan) dalam menuntut ilmu ke pelbagai daerah, seperti Hijaz (Mekkah dan Madinah), Basra dan Kufah.

gambar 1

Di Mekkah ia menimba Al-Quran dari Said bin Jubair, Mujahid bin Jabr, Ikrimah bin Khalid (budak Ibnu Abbas), ‘Atha bin Abi Rabah, Abdullah bin Katsir. Dan di Madinah ia membaca dari Abu Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa’, Yazid bin Ruman, dan Syaibah bin Nishah.

Guru Qira’ahnya di Basra adalah Yahya bin Ya’mur, Nashr bin Ashim, Hasan Al-Bashri, dan lain-lainnya. Dan adapun di Kufah ia berguru hanya kepada Ashim bin Abi An-Najud.

 

Jadi dalam ilmu Qira’ah beliau adalah seorang Imam, yang tidak diragukan lagi keilmuan, keutamaan dan keimamannya. Nashr bin Ali Al-Jahdhami mengabarkan, bahwa ayahnya memberinya sebuah wasiat, ia berkata: “Simak apa yang dibaca Abu Amru dan apa yang ia pilih, lalu tulislah, karena di masa mendatang ia akan menjadi seorang Ustadz (Imam) bagi manusia”.

 

Perkataan Ulama

 

1.      Imam Al-Akhfasy mengisahkan, suatu saat Hasan Al-Bashri melewati majlis Abu Amru bin Al-‘Alaa, dan melihat manusia dalam jumlah besar mengelilinginya , lalu ia bertanya: “Siapakah ini?”, mereka menjawab: “Abu Amru”, kemudian beliau berkata: “Hampir-hampir para ulama menjadi sesembahan-sesembahan (yang disembah oleh manusia)”.

2.      Ibrahim Al-Harbi dan lainnya berkata: ” Abu Amru bin Al-‘Alaa termasuk ahlussunnah“.

3.      Imam Al-Ashma’i mengatakan, bahwa aku mendengar Abu Amru berkata: “Aku tidak mengetahui ada orang sebelumku yang lebih alim dariku”. Dan aku (Al-‘Ashma’i) katakan: “Aku tidak mengetahui ada orang sepeninggal Abu Amru yang lebih alim darinya”.

 

Wafat

 

Setiap jiwa pasti akan menemui ajalnya. Begitu pula Imam Abu Amru bin Al-‘Alaa, karena Allah tidak menuliskan kekekalan bagi seorang pun manusia. Beliau tutup usia dan wafat pada tahun 154H menurut pendapat mayoritas ahli sejarah dalam umur 86 tahun.

 

Yunus bin Habib berkata kepada keluarganya saat bertakziyah: “Kalian dan kami sama-sama kehilangan orang yang tidak ada bandingnya di akhir zaman,  seandainya ilmu dan kezuhudan beliau dibagi kepada 100 orang, niscaya mereka semua akan menjadi ulama yang zahid. Dan demi Allah, seandainya Rasulullah melihatnya, pasti beliau akan sangat senang sekali dengan apa yang ia lihat”.

 

Demikian perjalanan hidup seorang ulama besar, kisah dan perjuangannya masih dibaca dan diperlajari hingga saat ini. Semoga yang singkat ini bisa memberi motivasi jiwa yang haus akan contoh dan suri tauladan.

 

Dan hendaklah kisah kepahlawanannya dan yang semisal didengungkan ke telinga putra-putri Anda siang dan malam. Jangan sampai generasi mendatang, menjadi generasi yang tersesat, ibarat rantai yang terputus dari rangkaiannya.

Reactions

Post a Comment

0 Comments